Selasa, 06 Oktober 2009

Imajinasi dan Sejarah

Objek kajian sejarah adalah masa lalu, sementara rentang waktu masa lalu itu sangat tidak terbatas. Sejam, sehari, seminggu, sebulan, setahun, seabad, seribu atau bahkan sejuta tahun yang lalu, semuanya adalah masa lalu. Sementara sejarawan, sebagai orang yang kembali menuturkan sebuah peristiwa di masa lalu tersebut hidup di masa sekarang. Jika masa lalu yang akan dituturkan itu belum lama, maka sumber yang dapat dipakai tentunya masih banyak. Namun jika yang dikaji ribuan tahun yang lalu, tentu sumbernya sangat terbatas. Bahkan seringkali hanya berupa benda, atau bekas-bekas aktivitas manusia yang berserakan. Tak ada cerita apapun yang tersampaikan dari sisa-sisa tersebut.

Apa dan bagaimanapun sisa yang didapat, sejarawan harus dapat mengungkap peristiwa, kehidupan atau apa saja dibalik sisa-sisa yang tertinggal tersebut. Berperan seperti detektif, sejarawan melakukan rekonstruksi, membangun kembali suasana kehidupan masa lalu dengan berdasarkan sumber yang tersedia. Pada konteks inilah imajinasi diperlukan. Imajinasi sejarawan yang didasarkan data dan tentu saja dukungan ilmu-ilmu yang lain digunakan untuk menghadirkan masa lalu yang kemudian dibuatkan deskripsinya, dan pada akhirnya pembaca dapat mengerti seperti apa masa lalu di balik sisa-sisa peninggalan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut banyak ilmuwan kemudian sepakat, bahwa selain sains, sejarah juga adalah seni. Sebab tidak sekedar pemaparan data atau fakta, namun dalam mendeskripsikan hasil rekonstruksi selain atas dukungan imajinasi, juga harus dapat menghadirkan masa lalu pada pembacanya yang hidup di masa kini, sehingga intuisi dan gaya bahasa yang sesuai pun wajib digunakan. Jika demikian tentu sejarah tak ubahnya seperti seni-seni yang lain. Menyenangkan bukan?!
Read More..

Senin, 21 September 2009

Sejarah Secara Etimologi

Secara etimologi kata sejarah berasal dari bahasa Arab, Syajaratun yang berarti “batang pohon yang memiliki cabang dan ranting”. Kata ini masuk ke dalam bahasa Melayu setelah terjadi akulturasi pada masa masuknya kebudayaan Islam ke wilayah Indonesia abad XIII.

Makna harafiah tersebut kemudian diterapkan pada manusia yang pemaknaannya mengalami kontekstualisasi dengan menghubungkannya pada keturunan, asal-usul atau silsilah. Awalnya memang pemakaian istilah silsilah hanya terbatas di kalangan kerajaan, hal ini berkaitan dengan pembentukan dinasti, yang digambarkan secara sistematis membentuk cabang-cabang dan ranting-ranting. Sehingga sejarah awal hanya berkutat pada keluarga kerajaan, atau terbatas pada raja-raja saja (peranan golongan kerajaan).

Meski istilah sejarah baru masuk sekitar abad XIII, bukan berarti belum ada pemahaman sejarah di Indonesia. Terdapat istilah “babad” yang pemahamannya mirip dengan pengertian sejarah. Secara harafiah babad berarti membabat semak belukar dengan tujuan dapat membuka wilayah baru, dan tentunya membangun pemukiman baru. Babad dapat juga dipahami sebagai asal-usul suatu wilayah yang didalamnya digambarkan beragam peristiwa yang mendukung bagi prosesnya, termasuk uraian silsilah.


Dalam perkembangannya pengertian sejarah tersebut tidak cukup mengakomodasi pengertian sejarah yang juga mengalami perkembangan, sebab yang banyak ditonjolkan dalam penulisannya terbatas pada peranan golongan kerajaan, dan orientasinya pada masa lalu saja. Dengan demikian diperlukan pemaknaan baru sejarah yang dapat menampung pemahaman sejarah sesuai dengan perkembangan sejarah itu sendiri.

Di Indonesia secara khusus, penulisan sejarah dan bagaimana sejarah dimaknai telah mengalami beberapa fase, utamanya setelah Indonesia merdeka.

· Fase awal dipahami sebagai fase historiografi (penulisan sejarah) romantic, ultra-nasionalis atau prasaintifik.
Fase ini ditandai dengan munculnya tulisan-tulisan yang anti penjajahan, hal tersebut merupakan hasil dari bentukan situasi. Penulisan sejarah memang sengaja dijadikan sarana bagi perasaan anti kolonialisme. Sehingga dapat dikatakan kepentingan sejarah mengabdi pada kepentingan nasionalisme, yaitu terciptanya Indonesia yang merdeka. Hal tersebut bisa dilihat dari tulisan-tulisan Mohammad Yamin, Sanusi Pane atau bahkan Soekarno.


· Fase berikutnya adalah fase historiografi yang menggunakan pendekatan multi dimensi.
Fase ini ditandai dengan upaya mengkontraskan penulisan sejarah dari perspektif awal, meski tetap berorientasi Indonesia sentris, yaitu menempatkan orang Indonesia sebagai narasi sejarah. Dan dalam penulisannya menggunakan berbagai pendekatan seperti social, ekonomi, budaya, politik, agama dan factor-faktor lainnya. Istilah yang sering juga dikenakan untuk hal tersebut adalah pendekatan interdisipliner. Hal ini dimaksudkan untuk memperkaya pemahaman sejarah.
Pada fase ini penulisan sejarah sudah sangat memperhatikan standar-standar ilmiah, dan berusaha netral pada kepentingan-kepentingan politik tertentu. Meski dalam kenyataannya masih juga terjebak pada paradigma lama (anti colonial), dan lebih parahnya terjerumus bagi kepentingan orde baru.
Pelopor dari fase ini adalah Sartono Kartodirdjo, dan pada proses berikutnya terdapat nama seperti Nugroho Notosusanto.

· Fase yang ketiga, merupakan fase dimana ada upaya merumuskan kembali historiografi Indonesia ke dalam pemahaman yang lebih mengakomodasi pemikiran sejarah sesuai perkembangan keilmuaannya.
Pada fase ini banyak upaya kritik dilakukan sebagai upaya penulisan sejarah kritis. Misalnya kritik terhadap berbagai pemberontakan pada masa colonial yang oleh fase sebelumnya banyak menghasilkan figure-figur pahlawan, pada fase ini mulai dikritisi ulang. Sebab tidak jarang sebuah pemberontakan pada masa colonial tidak didasari oleh kepentingan nasionalisme, melainkan kepentingan individu pemimpinnya dan berorientasi pada kepentingan kekuasaan. Sejarawan pada fase ini diantaranya adala Asvi Warman Adam, Bambang Purwanto, dan lain-lainnya.

Sumber :
· Ilustrasi gambar silsilah diambil dari:
http://desasukolilo.blogspot.com
· Kasmun Saparaus Diktat Kuliah; Pengantar Ilmu Sejarah, UKSW Salatiga
· Kuntowijoyo, 2001, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Bentang

Read More..

Sabtu, 22 Agustus 2009

Pelajaran I ( Kelas X )



Pengertian Sejarah

Apakah itu sejarah?
Apakah semua masa lalu dapat dikatakan sebagai sejarah?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita mencoba menganalisa diri kita sendiri. Sebagai siswa kelas X (satu SMA), rata-rata kita sudah berusia 15 tahun bahkan lebih. Dari sepanjang waktu hidup kita, coba apa yang bisa diingat oleh pikiran kita? Seberapa banyak dari apa yang sudah kita lakukan di masa lalu terekam dengan baik di pikiran?
Saya yakin tak banyak, dibandingkan dari seluruh waktu yang sudah kita habiskan, bahkan untuk mengingat hal-hal dari minggu lalu pun banyak yang tak lagi melekat di kepala kita.

Otak kita sebenarnya adalah penulis dan penutur sejarah yang hebat. Tidak semua hal dalam kehidupan yang telah dijalani seseorang dapat diingat, namun terdapat hal-hal yang selalu ada dalam ingatan, walau sebenarnya tak ada niatan untuk mengingatnya. Biasanya hal tersebut adalah peristiwa yang memiliki makna, berkesan dan barangkali sangat berpengaruh terhadap kehidupan kita.

Sejarah juga demikian, kajiannya adalah segala sesuatu yang telah diperbuat manusia di masa lampau, namun tidak semua masa lampau bisa disebut sebagai sejarah. Sebuah peristiwa dapat disebut sebagai sejarah apabila keberadaannya memiliki catatan-catatan penting, yakni memiliki pengaruh bagi kondisi kekinian. Dan apabila dimaknai maka peristiwa tersebut dapat memberikan manfaat bagi keberlangsungan kehidupan manusia di masa yang akan datang, artinya manusia dapat menarik pelajaran berharga dari peristiwa tersebut.


Tugas :
Coba buatlah definisi sejarah berdasarkan keterangan tersebut di atas dengan menggunakan kalimatmu sendiri, setelah itu bandingkanlah definisumu tersebut dengan para pakar sejarah! Selamat mencoba!
Read More..

Minggu, 12 Juli 2009

Ada Apa Dengan Sejarah ?



Sejarah sebagai ilmu yang semestinya memberikan pencerahan, dalam pandangan siswa seringkali dianggap sebagai ilmu yang kering dan menjenuhkan. Berisi hafalan-hafalan, dan kebenaran yang seringkali harus mendapat gugatan apabila satu periode politik tertentu berakhir, sehingga menjadi tidak pasti. Wajah pelajaran sejarah menjadi klasik dan konservatif, image sejarah pun menjadi sesuatu yang lusuh dan usang. Akibatnya pelajaran ini pun seringkali dipandang sebelah mata, hanya sekedar sebagai pelengkap karena tuntutan kurikulum nasional, dan ilmunya dianggap useless.

Jika situasi demikian terus berlanjut, maka misi dari pelajaran ini sebagai caracter building pun tak akan dapat tercapai. Artinya pengalaman sejarah berbangsa yang pernah dialami oleh bangsa ini menjadi Indonesia tak pernah dapat dipahami oleh generasi selanjutnya akibat pemahaman sejarah mereka tak tuntas. Kalaupun dipahami hanya sebatas pada pemahaman verbal, sehingga tak mampu menumbuhkan pemahaman yang komprehensif yang pada gilirannya dapat menciptakan pencerahan dalam kehidupan berbangsa selanjutnya. Hal ini diperparah lagi dengan kenyataan kurikulum pendidikan kita yang bersifat parsial atau yang dipraktekkan secara parsial oleh para praktisi pendidikan akibat minimnya pemahaman lintas disiplin ilmu. Apabila kenyataan ini dibiarkan maka kita akan segera mendapati realitas sebuah bangsa yang tercabut dari akar kulturalnya atau sejarah bangsanya (uprooted generation). Atau sebuah bangsa yang menjadi ‘amnesia’ dan akan terus berkubang pada kenyataan kekiniannya selalu ‘jatuh’ pada kesalahan yang sama. Artinya bangsa ini tak pernah belajar dari masa lalunya, alias menjadi negara bangsa yang a historis.

Miris pada bayangan kenyataan yang akan terjadi saja tidak cukup, perlu adanya sebuah upaya yang serius dan kontinyu dari berbagai pihak. Baik pihak yang berhubungan langsung dengan mata pelajaran sejarah yaitu guru sejarah ataupun tidak, tetapi kebijakan dan perannya menjadi sesuatu yang punya nilai signifikan bagi kepentingan pengembangan pengajaran mata pelajaran sejarah mulai dari guru mata pelajaran lain, penyelenggara pendidikan, pimpinan sekolah sampai pada para birokrat pendidikan tingkat daerah maupun pusat. Namun untuk memberikan kontribusi memang tidak mudah tanpa kita mengenal apa itu Pelajaran Sejarah dan Sejarah itu sesungguhnya.
Read More..